<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d4909163925600774906\x26blogName\x3d::+ada+Ri@Ni+::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://adariani.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3dnl_NL\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://adariani.blogspot.com/\x26vt\x3d-5029570160817150727', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 | 
hits |  online
cerita | opini | blog
:: sekelumit catatan

Sebulan Kemudian

Kurang dari dua jam lagi, tahun 2007 resmi berumur satu bulan. Nggak terasa ya. Still feels like yesterday. Meskipun cuma baru sebulan, beberapa hal sudah saya dapatkan.

Pertama, aikido. Akhirnya harus saya akui bahwa saya jatuh cinta pada aikido dengan segala bentuk latihan yang saya jalani di dojo kampus. Semakin sering saya bergulir dalam rengkuhan gerak ukemi, merasakan bagaimana rasanya jatuh oleh berat badan saya sendiri dalam nage, ataupun ketika saya menjadi uke, saya merasa perasaan saya semakin lama semakin tertarik pada aiki dalam wujud berbagai macam waza aikido. Muncul pemikiran bahwa saya ingin mempelajari lebih dalam lagi tentang aikido, tanpa peduli jika harus menghadapi teknik-teknik baru yang lebih sulit. Teknik bisa dipelajari, namun mempelajari spirit aiki nggak bisa semudah belajar tekniknya. Jika berlatih aikido tanpa tahu persis untuk apa kita melakukannya, buat saya itu adalah suatu pemborosan, baik tenaga, waktu dan uang. Mungkin sedikit demi sedikit aikido telah mempengaruhi jalan pikiran dan tindakan saya.

Kedua, perasaan saya sendiri. Terkadang saya pun juga harus memikirkan diri saya sendiri, bahwa dalam suatu hubungan saya pun tidak boleh terlalu mengalah. Diam nggak selalu berarti emas, karena dengan diam, orang yang bersangkutan nggak akan pernah tahu bagaimana perasaan kita yang sebenarnya. Justru terlalu diam malah bermakna negatif: berarti kita sudah tak mau tahu, cuek, acuh, tak peduli lagi, sebodo teuing. Menyuarakan apa yang kita inginkan tanpa harus menjadi egois adalah hal yang penting, daripada membiarkan batin dan perasaan kita harus mengalami kesengsaraan karena tak dapat didengar.

Ketiga, melawan rasa takut. Ketakutan yang terlalu dalam malah memunculkan paranoid, selain rasa curiga yang berlebihan. Saya memang masih harus melawan rasa takut untuk menyuarakan apa yang saya ingin katakan. Memang saya cenderung introvert, kurang berani bahkan selalu menyembunyikan perasaan saya yang sesungguhnya di hadapan orang yang bersangkutan. Curhat pada teman menjadi 'pelampiasan' ketika saya hampir tak tahan dan ingin meledak. Namun saya pun lelah, karena fungsi curhat hanyalah sebagai tempat untuk 'muntah' yang kadang tidak memberi solusi yang memuaskan. Saya juga merasa tak enak pada teman-teman yang sudah rela saya curhati, bahkan hampir ribut dengan salah satunya karena muak dengan segala curhat saya. Pada akhirnya, masalah yang saya berikan pada teman lewat curhat kembali lagi ke tangan saya, karena mereka menyerahkan segala keputusan dan penyelesaian pada saya. Selain takut untuk mengatakan yang sebenarnya, saya juga takut kehilangan orang yang paling berarti buat saya. Karena berkat dia, saya merasakan bahwa saya pun berharga dan pantas untuk dicintai, setelah sekian kali bertepuk sebelah tangan.

Siapa sih yang mau kehilangan? Allah pasti memiliki maksud tertentu dengan menghadirkan orang-orang yang kita sayangi. Allah yang mendatangkan mereka pada kita dengan serangkai pertemuan, dan pada saat yang tepat, Allah pula yang 'menyingkirkan' mereka dari hidup kita lewat perpisahan. Dan akhirnya, pada Allah-lah kita akan kembali.

Subhanallah, Allah memang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Labels:


selengkapnya.....
~ 31 januari 2007 | 22:17 ~

Watashi no Aiki

Seminggu ini saya mengisi kegiatan liburan dengan berlatih aikido di kampus. Lumayan buat gerak badan, daripada saya nggak ngapa-ngapain di rumah seperti pengangguran. Entah mengapa, meskipun latihannya sedikit berat, ada sesuatu yang mengganjal yang bikin saya begitu penasaran dengan aikido. Padahal selama setahun lebih saya bergabung, frekuensi latihan saya naik-turun. Ada saja halangannya, mulai dari tumpukan tugas kuliah hingga mood.

Yang jelas, minggu ini saya benar-benar menikmati latihan aikido. Benar-benar menyenangkan. Mungkin karena akhirnya saya punya teman-teman latihan yang memang benar-benar berniat berlatih aikido, karena itu saya jadi termotivasi untuk rajin. Mood saya benar-benar enak, nggak seperti sebelumnya yang seringkali bingung, sebal ataupun kecewa.

Bagi saya, belajar aikido itu secara hakiki bukan belajar bela diri, walaupun pada awalnya aikidoka [praktisi aikido] mau tak mau harus menghafal dan mempraktikkan waza-nya [jurus]. Belajar aikido adalah belajar berfilsafat. Aneh memang, tapi saya seakan mendapat 'pencerahan' hingga mencapai kesimpulan seperti itu. Konsep keselarasan atas dasar In-Yo [Yin-Yang] menjadi fokus utama: ada kuat ada lemah, ada menang ada kalah, ada hitam ada putih, ada laki-laki ada perempuan. Dan tiap elemen punya porsi, peran dan fungsi masing-masing yang saling melengkapi dan tak terpisahkan, sehingga jika salah satunya hilang, maka keseimbangan akan lenyap. Itulah yang disebut harmony.

Kadang-kadang, akibat ego yang sering kebablasan, manusia jadi bertindak melawan harmonisasi alam. Misalnya pada mesin sebuah jam. Tiap roda gigi punya bentuk, fungsi dan kegunaan masing-masing, yang akhirnya menyebabkan jam bisa berjalan normal. Jika salah satu roda tiba-tiba ingin berputar terbalik dari biasanya, roda-roda lainnya pasti akan kacau, dan bukan tidak mungkin mesin akan hancur, jam pun rusak. Menurut saya, di sinilah fungsi aikido sebagai jalan menuju keselarasan. Aikido, dengan berbagai tekniknya yang begitu lembut sekaligus keras, akan membantu si 'roda gendeng' tadi untuk kembali pada jalan yang benar, yaitu yang selaras dengan roda-roda lain sehingga mesin jam bisa kembali berjalan.

Andaikan saja mesin jam tersebut adalah tubuh, pikiran dan hati manusia. Ego negatif yang menguasai manusia berpotensi besar membuat orang jadi nyeleneh. Jika orang yang bersangkutan bisa mengendalikan dan menguasai egonya supaya bisa selaras dengan lingkungannya dan tetap berada pada jalan menuju kebaikan, itulah yang disebut kemenangan sejati. Istilahnya masakatsu agatsu: kemenangan sejati adalah kemenangan terhadap diri sendiri. Di sinilah saya merasa, jika saya tekun latihan, aikido pasti bisa menolong saya supaya saya bisa mengalahkan ego saya sendiri. Mungkin inilah will-of-fight aikido: menang melawan diri sendiri supaya senantiasa selaras dengan alam.

Kemarin juga, seorang sempai mengatakan bahwa saya punya aiki [energi] yang besar dan sensitif, sehingga mudah di-snap [dijatuhkan], tapi tidak mudah dijatuhkan jika tekniknya tidak tepat. Namun demikian, aiki yang saya punya masih belum terkontrol baik, dan masih ada rasa takut dari saya. Saya jadi merenung, jangan-jangan tipe aiki yang dimiliki tiap orang mencerminkan karakter orang yang bersangkutan. Memang benar, saya belum mampu mengontrol diri sendiri. Saya juga takut untuk 'jatuh', karena saya punya prinsip: kalau jatuh, bangkitlah segera; kalau bisa, jangan sampai jatuh. Padahal, menurut aikido, mana bisa orang bangkit tanpa pernah merasakan sakitnya jatuh. Nggak mungkin orang selalu berada di atas puncak melulu. Begitu mudahnya saya ter-snap mungkin mencerminkan diri saya yang mudah dipengaruhi orang lain.

Tapi baru sekedar menyadari saja belum cukup. It doesn't solve the problem. Orang harus bertindak supaya bisa berubah. Apa aikido masih bisa membantu untuk itu? Pasti bisa, namun faktor yang utama bukan aikido, tapi diri sendiri. Niat untuk berubah muncul bukan karena aikido, tapi karena diri sendiri. Jadi, semuanya tergantung pada orang yang bersangkutan, apakah dia ingin berubah atau tidak.

That's why I really like practising aikido.

Labels: ,


selengkapnya.....
~ 20 januari 2007 | 22:41 ~

Bukune in My Holly Days

Wah, udah lama saya nggak nulis lagi. Sepertinya saya benar-benar menikmati arti liburan: yup, holiday is my precious holly days. Hari-hari di mana saya bisa menikmati hidup dengan cara saya sendiri: bangun tidur siang, nonton DVD ataupun anime, dengar mp3, baca komik, tidur-tiduran... hehehe, lazy-cat mode on ^^ Tentu saja nggak selamanya saya bakal bertingkah ala pengangguran begini, coz next month, I'll have my new spirit in my 6th semester. Whoa, one year left to go, dude!

Hari ini, kiriman majalah yang saya tunggu-tunggu dari Gagas sudah datang: Majalah Bukune.Selama ini saya begitu bete karena nggak ada bacaan yang menghibur selain koran, tabloid masak, tabloid ponsel dan komputer milik ibu dan ayah saya. I've read those all, and finished. Baca komik atau novel yang itu-itu saja bikin saya jenuh. Lumayan lah, dengan adanya majalah ini, pikiran saya seakan di-refresh. Saya juga lebih enjoy dengan format majalah seperti ini daripada website. Mata saya sudah jenuh menatap dalam-dalam layar monitor yang beradiasi. Begitu colorful dan mencolok, apalagi disebarkan secara gratis [walaupun kalau mau langganan kudu bayar, tapi terjangkau kok] benar-benar bikin orang tertarik. Saya pikir itu cara yang bagus untuk menimbulkan semangat orang-orang terutama kaum muda untuk membaca. Great job, Mas Yayan dan Mas Sulak! ;)

Artikelnya semakin lama semakin mantap. Banyak info yang menarik, dari resensi buku, penulis, taman bacaan yang bisa bikin betah dan sebagainya. Cuma dalam majalah ini hanya satu rubrik yang jeleknya minta ampun pasti saya skip untuk dibaca, yaitu rubrik Tabib. Meski penulisnya sama, saya lebih memilih rubrik Endnote daripada Tabib. Isinya kosong, hanya tanya-jawab konyol yang sama sekali nggak bikin saya ketawa. Sorry yah, bukan apa-apa, tapi saya lebih suka jika rubrik itu dihilangkan dan diisi dengan, misalnya: rubrik tentang situs-situs internet yang bertema membaca dan menulis. Itu lebih bermanfaat. Nggak mungkin diisi dengan tema fashion kan? Well, that's my critic anyway. But overall, I really like this stuff, and it colors my holiday.

Oh ya, selama liburan ini, banyak peristiwa yang menyenangkan terjadi, jauh berbeda dengan apa yang saya bayangkan dan takutkan. Terutama dengan seseorang yang telah mengisi hati saya selama ini... aih jadi malu Mudah-mudahan tahun ini akan saya lewatkan dengan penuh suka cita dalam usaha meraih kesuksesan hidup. Amiiin.

Labels: , ,


selengkapnya.....
~ 15 januari 2007 | 14:51 ~

Ain't Teen Anymore

Malam ini adalah malam saya memperingati 20 tahun saya hidup di dunia. Yup, akhirnya saya pun bertitel 'kepala dua'. Umur bertambah, begitu juga kewajiban dan tanggung jawab atas diri sendiri dan lingkungan sekitar. Hari ini berjalan seperti biasa saja, tak ada sesuatu yang istimewa, kecuali ucapan selamat yang datang dari teman-teman, keluarga dan seseorang yang istimewa buat saya.

Yah, walaupun... di hari ini saya berharap si dia akan memberikan sesuatu yang akan saya kenang seumur hidup; sesuatu yang spesial. Apa daya, harapan tinggal harapan. Memang sedikit menyakitkan bahwa apa yang diharapkan tak kesampaian, namun saya bisa apa? Saya hanya mampu berharap saja. Mungkin ada kesempatan lain kali... suatu waktu nanti... saya harap.

Ehm... Anyway, fokus kali ini adalah bukan tentang apa yang saya terima, tapi apa yang dapat saya perbuat. Coz I'm not a teen anymore, even not yet a 'mature' woman. Selama saya masih 'berkepala satu', banyak hal yang menunjukkan sisi kekanak-kanakan saya yang masih belum bisa bertanggung jawab. Orang tua saya menekankan hal ini, dan saya setuju. Saya sadar, masih banyak yang harus saya pelajari supaya saya dapat menjadi perempuan yang bertanggung jawab atas tugas dan kewajibannya. Jika sudah mampu disiplin dan bertanggung jawab minimal pada diri sendiri, barulah saya dianggap sudah dewasa oleh mereka.

Seperti beberapa posting yang lalu, mengalahkan diri sendiri mungkin menjadi misi utama saya dalam upaya menjadi perempuan yang dewasa.

Mengalahkan diri sendiri.

Mudah mengatakan, tapi sulit untuk melakukannya. Tapi, kata orang bijak, susah-gampangnya masalah bukan dilihat dari beban masalah itu, tapi bagaimana cara kita menangani dan menyelesaikannya. Jika kita bikin rumit, pasti tambah rumit. Apalagi kalau emosi mengambil alih peran rasio dalam berpikir, pasti tambah pusing. Jika digampangin, yah belum tentu pasti jadi gampang sih; bisa-bisa malah jadi menggampangkan (underestimate) masalah, dan akhirnya tanpa sadar membuat bom waktu. Tapi kalau lari dari masalah, juga nggak bagus karena nggak akan selesai dan tetap mengejar kita sejauh apapun kita berlari.

Memang sih, siapa yang mau dibikin pusing oleh masalah, apalagi masalah yang datang tiba-tiba? Tapi toh, kalau kita hidup tanpa masalah, yang hidup dalam stagnasi, apa mungkin kita bakal bisa menjadi manusia yang sempurna? Manusia itu makhluk pembosan, sehingga tanpa sadar membutuhkan masalah supaya hidupnya tidak monoton. Needing something different; that is what's human want. Menyelesaikan masalah dengan cara masing-masing akan memperkaya kepribadian tiap manusia, entah menjadi manusia yang semakin baik ataupun semakin brengsekburuk.

Nah, masalah saya kali ini yang mendasari semua masalah-masalah saya adalah bagaimana cara saya mengalahkan diri sendiri. Saya nggak mau jadi perempuan yang selamanya tunduk pada emosi belaka, coz, once again, I'm not a teen anymore. Saya berharap, saya mampu menemukan petunjuk dari Tuhan supaya saya mampu berkembang menjadi perempuan yang dewasa dalam berpikir dan bertindak. Harapan yang utopis? Nggak juga. Kalau saya mau, saya pasti bisa.

Finding Mr. Right, that's my utopia.

But sooner or later, the Love will gather us together... someday. I hope so.

Labels: ,


selengkapnya.....
~ 03 januari 2007 | 23:42 ~

Double

pukul 12:58


Hari ini seharusnya saya pergi ke kampus menyerahkan tugas. Entah kenapa, apa mungkin gara-gara angin yang dari semalam berhembus kencang dan dingin bersama hujan, saya jadi masuk angin. Semalaman nungging di kasur sambil memeluk perut bak sakit kram akibat menstruasi. Hmm ya... memang saya sedang menstruasi sih.

Menstruasi? Saya langsung ingat dengan tanggapan seseorang kemarin malam: jangan-jangan waktu kemarin kamu marah-marah itu gara-gara lagi PMS ya?

Hmff... PMS, lagi-lagi. Kenapa saya harus berubah menjadi sosok alien ganas emosional ketika sedang PMS?? Orang-orang bingung karena saya tiba-tiba mendadak marah pada mereka sambil uring-uringan, dan akhirnya kesal. Hal-hal kecil dibesar-besarkan seakan kiamat sudah dekat. Tali kekang yang biasa saya gunakan untuk mengendalikan 'rodeo emosi' itu mendadak hilang. Setelah emosi kembali tenang, masalah muncul. Hubungan saya dengan orang-orang menjadi terhambat karena mereka terlanjur kesal dengn 'ulah' saya.

Yang lebih menyebalkan, hal ini sering terjadi berulang kali. Saya sampai bosan harus berkali-kali minta maaf atas kelakukan tersebut pada orang yang sama. Mungkin orang juga bosan sama saya, seakan-akan saya nggak pernah belajar dari kesalahan. Hey, saya nggak minta dilahirkan sebagai perempuan yang harus mengalami PMS kok! Kalau boleh milih, saya nggak mau mengalami PMS. Tapi kalau saya sampai berpikir begini, bisa-bisa saya dianggap membangkang kehendak Tuhan.

Saya cuma nggak ingin ada lagi orang yang terluka perasaannya gara-gara tingkah saya selama PMS. Itu saja. Mungkin... bagaimana caranya untuk menemukan tali kekang yang hilang itu kembali, menjadi PR tambahan buat saya tahun ini.

Mengalahkan diri sendiri memang hal yang paling sulit, namun jika mampu melakukannya, itulah pemenang yang sejati.





pukul 17:15


Ada reality show baru di SCTV, di sesi Lemon Tea, yaitu Backstreet. Sesuai namanya, mereka ngasih jasa untuk orang-orang yang ingin menyelidiki pasangan-pasangan backstreet, dengan catatan bersedia 'didampingi' oleh kamera. Jadi artis dalam setengah jam di TV, ditonton oleh orang banyak hanya karena bermasalah sepele, sepertinya cuma orang bodoh yang bersedia ikut acara seperti itu. Tetap, daya tariknya yang begitu real membuat saya senang menonton acara-acara seperti itu untuk menertawai mereka hiburan belaka.

Kali ini ceritanya ada dua orang cewek, sebut saja W dan L, masih SMA, ikut acara Backstreet karena ingin menyelesaikan masalah di geng mereka antara C dan M. M menyukai seorang cowok D, namun ternyata D sudah dua bulan backstreet dengan C. W dan L mencoba menyelesaikan masalah supaya C mau mengaku pada M bahwa C sudah jadian dengan D. Berkali-kali W dan L mengajak C untuk kumpul bareng dengan M, namun C selalu berkelit dengan berbagai alasan, bahkan kepergok sedang jalan bareng dengan mantannya, sebut saja I, oleh mereka bertiga.

W dan L akhirnya berencana supaya C dan D disuruh kumpul supaya C menentukan sikap, tetap sama D atau balik pada I. Namun di tengah pembicaraan, M tiba-tiba menelepon D dan mengajaknya bertemu di suatu tempat. Di situ M mengutarakan perasaannya pada D, namun ditolak oleh D, bahkan W, L dan C muncul bersama kamera. C baru mengakui semuanya pada M. Namun M marah, karena gara-gara keberadaan kamera yang membuat dirinya malu setengah mampus. Bahkan mengatakan pada D supaya jangan mau dimanfaatkan C yang masih jalan sama I. M pergi, diikuti D yang kaget dan sakit hati pada C yang akhirnya shocked, marah pada W dan L, kemudian menangis.

The End.

Ribet gak tuh???

Saya yakin, jika dari awal W dan L tidak melibatkan kamera, masalah yang akan timbul antara mereka berempat tidak akan serumit itu. W bilang, ada atau nggak ada kamera, sama saja. Hey, young lady, sadarkah bahwa kamera menjadi alat utama untuk mempertontonkan masalah kalian pada penonton seluruh Indonesia?? Senangkah kalian menjadi pusat perhatian semua orang hanya karena masalah sepele yang sebetulnya bisa kalian selesaikan sendiri??

Saya jadi teringat dengan acara-acara lain yang bertema sama. Saya akui PH yang bersangkutan sangat kreatif membuat acara yang bisa menarik perhatian orang, terutama kalangan anak muda. Namun yang bikin saya bingung sekaligus gemas, apa para peserta acara tersebut tidak mempertimbangkan satu hal kecil bahwa masalah mereka akan dipertontonkan ke seluruh negeri?? Untuk orang yang senang pamer alias narsis, mungkin ga masalah. Tapi buat mereka yang hanya sekedar untuk menyelidiki, mencari tahu, membuktikan sesuatu hingga menjebak target...?? Oh, come on, dudes. Tak bisakah kalian menyelesaikan masalah kalian sendiri tanpa bantuan kamera televisi?? Atau malah jangan-jangan karena kalian nggak punya duit untuk melakukan hal itu maka kalian mengorbankan privasi kalian sendiri?? How pathetic...!

Saya memang termasuk penonton TV yang sering sekali menyaksikan reality show. It's just for fun, sekaligus menyadarkan saya bahwa ternyata masih banyak orang yang punya masalah yang lebih rumit, serta kepribadian yang lebih aneh daripada saya.

Alhamdulillah, syukur pada Tuhan. :P

Labels: , ,


selengkapnya.....
~ 02 januari 2007 | 21:38 ~
:: jalan pintas