<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d4909163925600774906\x26blogName\x3d::+ada+Ri@Ni+::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://adariani.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3dnl_NL\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://adariani.blogspot.com/\x26vt\x3d-5029570160817150727', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 | 
hits |  online
cerita | opini | blog
:: sekelumit catatan

Ain't Teen Anymore

Malam ini adalah malam saya memperingati 20 tahun saya hidup di dunia. Yup, akhirnya saya pun bertitel 'kepala dua'. Umur bertambah, begitu juga kewajiban dan tanggung jawab atas diri sendiri dan lingkungan sekitar. Hari ini berjalan seperti biasa saja, tak ada sesuatu yang istimewa, kecuali ucapan selamat yang datang dari teman-teman, keluarga dan seseorang yang istimewa buat saya.

Yah, walaupun... di hari ini saya berharap si dia akan memberikan sesuatu yang akan saya kenang seumur hidup; sesuatu yang spesial. Apa daya, harapan tinggal harapan. Memang sedikit menyakitkan bahwa apa yang diharapkan tak kesampaian, namun saya bisa apa? Saya hanya mampu berharap saja. Mungkin ada kesempatan lain kali... suatu waktu nanti... saya harap.

Ehm... Anyway, fokus kali ini adalah bukan tentang apa yang saya terima, tapi apa yang dapat saya perbuat. Coz I'm not a teen anymore, even not yet a 'mature' woman. Selama saya masih 'berkepala satu', banyak hal yang menunjukkan sisi kekanak-kanakan saya yang masih belum bisa bertanggung jawab. Orang tua saya menekankan hal ini, dan saya setuju. Saya sadar, masih banyak yang harus saya pelajari supaya saya dapat menjadi perempuan yang bertanggung jawab atas tugas dan kewajibannya. Jika sudah mampu disiplin dan bertanggung jawab minimal pada diri sendiri, barulah saya dianggap sudah dewasa oleh mereka.

Seperti beberapa posting yang lalu, mengalahkan diri sendiri mungkin menjadi misi utama saya dalam upaya menjadi perempuan yang dewasa.

Mengalahkan diri sendiri.

Mudah mengatakan, tapi sulit untuk melakukannya. Tapi, kata orang bijak, susah-gampangnya masalah bukan dilihat dari beban masalah itu, tapi bagaimana cara kita menangani dan menyelesaikannya. Jika kita bikin rumit, pasti tambah rumit. Apalagi kalau emosi mengambil alih peran rasio dalam berpikir, pasti tambah pusing. Jika digampangin, yah belum tentu pasti jadi gampang sih; bisa-bisa malah jadi menggampangkan (underestimate) masalah, dan akhirnya tanpa sadar membuat bom waktu. Tapi kalau lari dari masalah, juga nggak bagus karena nggak akan selesai dan tetap mengejar kita sejauh apapun kita berlari.

Memang sih, siapa yang mau dibikin pusing oleh masalah, apalagi masalah yang datang tiba-tiba? Tapi toh, kalau kita hidup tanpa masalah, yang hidup dalam stagnasi, apa mungkin kita bakal bisa menjadi manusia yang sempurna? Manusia itu makhluk pembosan, sehingga tanpa sadar membutuhkan masalah supaya hidupnya tidak monoton. Needing something different; that is what's human want. Menyelesaikan masalah dengan cara masing-masing akan memperkaya kepribadian tiap manusia, entah menjadi manusia yang semakin baik ataupun semakin brengsekburuk.

Nah, masalah saya kali ini yang mendasari semua masalah-masalah saya adalah bagaimana cara saya mengalahkan diri sendiri. Saya nggak mau jadi perempuan yang selamanya tunduk pada emosi belaka, coz, once again, I'm not a teen anymore. Saya berharap, saya mampu menemukan petunjuk dari Tuhan supaya saya mampu berkembang menjadi perempuan yang dewasa dalam berpikir dan bertindak. Harapan yang utopis? Nggak juga. Kalau saya mau, saya pasti bisa.

Finding Mr. Right, that's my utopia.

But sooner or later, the Love will gather us together... someday. I hope so.

Labels: ,

~ 03 januari 2007 | 23:42 ~
:: jalan pintas