<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d4909163925600774906\x26blogName\x3d::+ada+Ri@Ni+::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://adariani.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3dnl_NL\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://adariani.blogspot.com/\x26vt\x3d-5029570160817150727', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 | 
hits |  online
cerita | opini | blog
:: sekelumit catatan

Resolusi

Beberapa menit sebelum Tahun Baru 2007, tentu saja di waktu Indonesia bagian barat. Tahun 2006 bisa jadi merupakan tahun yang paling mengesankan buat saya. Yah, tahun-tahun sebelumnya juga mengesankan sih, tentunya semua punya sisi mengesankannya masing-masing. Sedikit berpikir tentang apa yang ingin saya lakukan tahun depan...oh yah, masih ingat posting kemarin tentang nightmare?? Saya sangsi bahwa saya sedikit keterlaluan menggeneralisir keadaan...ehm :P Oke, itu memang sedikit sisi buruk saya yang kadang terlalu gegabah dalam menilai sesuatu, dan mungkin bisa sedikit demi sedikit diperbaiki :P

Kembali ke laptop resolusi. Orang ramai-ramai membuat resolusi tahun baru, supaya di tahun yang baru ini bisa lebih baik daripada sebelumnya. Dulu saya memang hanya sekedar ikut-ikutan, karena toh resolusi yang saya buat hanya omong kosong. Cuma ngomong doang, nggak ada tindakan. Jadilah hidup saya stagnan, tanpa ada peningkatan dan kemunduran. Flat line.

Resolusi saya untuk 2007 hanya satu kata: FOKUS.

Buat saya yang hanya bisa melakukan satu pekerjaan dalam satu waktu, melaksanakan hal tersebut cukup sulit. Konsentrasi saya sulit untuk dibagi-bagi pada berbagai hal. Tapi toh, nanti setelah saya masuk ke dunia profesional, bakal lebih sulit lagi jika tak bisa melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan. Memang, manusia bukan robot apalagi komputer, tapi supaya bisa diakui sebagai 'pro', hal itu adalah kewajiban.

Dan kapan lagi saya akan bisa menjalankannya, jika tidak saya lakukan mulai saat ini?

Yosh... gambarimasu!!

Labels:


selengkapnya.....
~ 31 december 2006 | 23:44 ~

Nightmare Before New Year

Menjelang akhir tahun 2006, kepala saya rasanya ingin berputar-putar. Memang ujian akhir saya sudah selesai semua [tinggal satu makalah lagi], dan untuk itu harusnya saya sedikit bergembira. Namun... ya itu... ada sedikit masalah pribadi yang mengganggu dan membuat saya uring-uringan. Tentu saja saya nggak bisa menceritakan di sini apa masalah itu. Yang jelas, benar-benar bikin pusing.

Padahal saya mengharapkan ada kejadian yang menyenangkan awal tahun 2007 nanti. Saya memang sangat menyukai minggu pertama Januari, karena selain ada perayaan Tahun Baru, dua hari kemudian saya bertambah tua setahun XD Buat beberapa orang, saya memang aneh: nambah tua kok seneng :P Tapi, yah... saya nggak bisa berharap banyak sekarang ini. Keadaannya nggak memungkinkan.

Apa saya akan menerima hadiah awal tahun yang menyedihkan?
Wallahu 'alam.

Tapi saya yakin, apapun yang akan saya hadapi, Tuhan pasti ingin menyampaikan sesuatu untuk saya, sebagai pengalaman hidup yang dapat membuat saya satu tingkat lebih dewasa. Sakit hati mungkin akan saya alami, hingga mungkin perlu galon air mineral untuk menampung air mata, tapi hidup harus terus berjalan.

Life must be go on.
Klise memang, tapi itu realistis.

Labels:


selengkapnya.....
~ 29 december 2006 | 09:52 ~

Melihat ke Belakang

Hari ini saya memang sedang 'biru-birunya'. Maksudnya, ada masalah yang bikin saya benar-benar tertekan. Berjam-jam saya bengong sendirian di kamar yang sengaja dibikin gelap, hingga akhirnya ibu saya datang dan duduk di samping saya yang meringkuk.

"Jangan ngeliat ke belakang terus dong, Mbak," kata ibu saya. "Kamu harus ngeliat ke depan biar bisa maju."

Saya tertegun.

Pikiran saya langsung melayang tentang perumpamaan penumpang kereta api dari alm. Koentowidjojo, salah satu sejarawan sekaligus sastrawan terkenal. Sejarawan itu ibarat orang yang naik kereta sambil menghadap ke belakang; dia bisa melihat ke belakang, ke samping, ke bawah, ke atas, tapi dia nggak bisa melihat ke depan. Maksudnya, sejarawan itu orang yang tugasnya merekonstruksi peristiwa di masa lalu, supaya orang bisa belajar sehingga ke depannya dia tidak berbuat kesalahan yang sama. Namun sejarawan bukan seorang peramal, karena dia tak bisa menentukan hari depan.

Dan saya sadar betul, saya adalah seorang mahasiswa yang sedang dididik untuk menjadi seorang sejarawan. Jelas bukan jadi peramal.

Dari ucapan dari ibu saya, saya sekejap sadar, saya terlalu memikirkan masa lalu. Saya terlalu banyak mengenang keindahan masa lalu tanpa berbuat apa-apa di masa kini, yang akhirnya membuat masa depan tampak menjadi suram.

Jelas, saya terjebak dalam nostalgia.

Ini mungkin sisi buruk dari cara berpikir ala sejarawan yang senantiasa bercermin dari masa lalu. Orang jadi terjebak dalam bayangan masa lalu, sehingga sudah tak bersemangat lagi untuk berbuat sesuatu demi masa depan yang cerah. Tapi mungkin hanya orang yang picik saja yang berpikir seperti itu. Baik atau buruknya masa lalu memang tak bisa dikembalikan atau diubah, tapi bukan berarti hidup menjadi mandeg hanya karena dibayangi masa lalu. Hidup harus terus berjalan, dan hari ini pasti...harus lebih baik dari kemarin.

Hingga ibu saya keluar kamar, saya masih memikirkan hal ini. Baikkah jika kita selalu melihat ke belakang? Banyak orang yang justru tak ingin melihat masa lalu, bahkan ingin melupakannya. Yah, itu juga tidak bagus sih. Bercermin dari masa lalu memang harus, namun jika masa lalu itu buruk, jadikanlah sebagai hikmah tanpa ada keinginan untuk mengubahnya. Jika masa lalu itu baik, jadikanlah sebagai kenangan yang terindah tanpa ada keinginan untuk mengulanginya lagi.

Masa lalu. Masa kini. Masa depan.
Past. Present. Future.

Masa lalu menyisakan kenangan untuk masa kini yang memberikan kesempatan untuk berpikir dan bertindak, karena masa depan telah menunggu sambil berharap, bahwa kita akan datang menyongsongnya dengan gembira, dan mengisinya dengan berbagai keajaiban yang menakjubkan.

Labels:


selengkapnya.....
~ 28 december 2006 | 21:15 ~

Buat Apa Blog?

Satu hal yang membuat saya sedikit berpikir, yaitu tentang blog itu sendiri. Ya, untuk apa kita menulis blog? Mengapa ada orang yang dengan bangga menyebut dirinya sebagai blogger? Mengapa ada blogger yang nggak segan-segan menceritakan kehidupan pribadinya dalam blog yang jelas-jelas dibaca seluruh orang di dunia? Apa bedanya dengan 'telanjang di muka umum'?

Sudah tak terhitung berapa banyak orang yang terkena masalah gara-gara blog yang mereka tulis. Misalnya, yang masih saya ingat, ada seorang pramugari yang memasukkan fotonya dengan seragam perusahaannya, lengkap dengan gaya seronok. Pramugari tersebut kabarnya hampir saja dipecat karena dianggap mempermalukan nama baik perusahaan ybs. Lalu juga ada blogger asal Iran yang entah mengkritisi atau menjelek-jelekkan pemerintahan setempat, akhirnya harus dipenjara. Ada juga blogger lokal yang mem-post foto rekayasa Presiden (saya sendiri tak tahu persis seperti apa fotonya) yang akhirnya harus berurusan dengan pihak kepolisian.

Itu masalah dengan scoop besar. Lalu bagaimana dengan scoop kecil, yang menyangkut kehidupan sang blogger itu sendiri?

Misalnya seorang blogger menceritakan tentang tingkah polah keluarga atau malah pacar sendiri, lalu membahas hal tersebut bahkan sampai mengolok-oloknya? Atau malah menceritakan tentang perselingkuhan dengan nada yang mencerminkan kebanggaan? Mungkin saja pembaca lain nggak akan protes, atau malah akan menyukainya karena post tersebut begitu 'lucu, menggelikan dan menghibur'. Namun bagaimana dengan perasaan orang yang dijadikan 'objekan'?

Oke, memang itu kembali lagi pada sudut pandang masing-masing. Ada yang masa bodoh, ada yang biasa saja. Mungkin juga yang menjadi objek malah merasa tidak keberatan ataupun tak peduli. Tapi kalau blog hanya berisi cerita-cerita kehidupan pribadi semata dari hal-hal yang tidak ada artinya, buat apa? Apa bedanya dengan 'memamerkan diri sendiri'? Sukses berselingkuh dengan cara yang bermacam-macam, so what? What's the meaning? Kau kira dengan begitu kau orang yang hebat dan keren?

"Wah, ulang tahun hari ini aku dikasih webcam lucu dari suamiku, bentuknya teddy bear [terlampir foto webcam tampak atas, bawah dan samping lengkap dengan bungkusnya]. Tau aja kalo istrinya seneng banget berjam-jam ngenet. Hehehe..."
Yah, Anda tahu, Anda benar-benar orang yang beruntung diberikan rezeki dari Tuhan berupa koneksi internet tanpa batas. Saya yakin Anda tak memiliki masalah keuangan yang mengkhawatirkan, sementara di luar sana ratusan ribu orang mengemis di jalanan demi mengisi perut untuk bertahan hidup.

Uff... Maaf. Sinisme saya mendadak muncul.

Anyway, ini memang dari sudut pandang saya sendiri. Saya kira adalah suatu hal yang sia-sia memanfaatkan blog untuk ajang pamer diri sendiri dari hal-hal yang nggak prinsip, alias narsis. Untuk saya pribadi, menulis blog adalah sarana yang tepat untuk berpikir dan menyikapi peristiwa-peristiwa sekitar saya dengan jalan menulis, tanpa perlu membahas kehidupan pribadi saya. Penulis memang harus menulis supaya bisa tetap hidup kan?

Orang memang bebas untuk berbicara dan berpendapat, tapi... please deh, mbok ya mikir dulu sebelum ngomong. Jangan asal jeplak. Lidah memang tak bertulang, jadi jangan sampai harus menjilat ludah sendiri.

Labels:


selengkapnya.....
~ 16 december 2006 | 11:12 ~

Bahaya Novel Roman

Sebagai penulis, saya sebenarnya bingung apa yang akan saya tulis selanjutnya sebagai penerus novel debut saya. Pemilihan tema menjadi kerikil tajam yang menghalangi laju kreativitas saya, selain waktu yang banyak tersita untuk kuliah. Tempo lalu, salah seorang editor mengatakan, novel komedi adalah yang paling laris selain novel romantis.

Novel komedi? Saya sadar saya bukan orang yang jago ngebodor, jadi saya tidak akan mengambil tema itu. Lagipula lucu itu relatif, tiap orang memiliki standar masing-masing dalam memilih hal yang bisa membuat mereka tertawa.

Nah, novel romantis?



Ooouuugggghhhh........... wat moet ik zeggen?
Apa yang harus saya katakan?

Jika membayangkan novel-novel romantis, yang terpikirkan di benak saya adalah tumpukan buku-buku bersampul gambar orang-orang dengan warna-warna meriah beserta judul yang sedikit picisan. Begitu banyak pilihan, malah terlalu banyak. Dan tumpukan buku itu hanya membahas satu hal: Romantisme. Hey, apakah kita sebagai manusia hidup untuk cinta?

Saya memang bukan tipe orang yang antiromantisme. Semua orang butuh romantisme, tapi bukan berarti hidup untuk itu. Saya mengerti sekali bahwa penggemar romatisme adalah kalangan perempuan (ok, that's my CLAN :lol:) yang terinstal oleh Tuhan sebagai makhluk yang emotif. Beda dengan lelaki yang pada dasarnya merupakan makhluk rasional; maka jarang lelaki yang tertarik dengan novel romantis.

Dari satu buku psikologi yang saya baca, perempuan cenderung idealis, sementara lelaki cenderung realis. Perempuan memperlakukan diri dan sekitarnya sesuai dengan apa yang dia harapkan, sementara lelaki memperlakukan diri dan sekitarnya sesuai dengan apa adanya (bahkan nyaris seadanya). Harapan-harapan itu muncul dari apa-apa yang perempuan anggap hal yang 'baik', termasuk stereotipe 'prince charming' yang kebanyakan sudah dikenal perempuan sejak kecil dari dongeng-dongeng tentang putri dan pangeran. Pangeran yang tampan, baik hati, selalu memperlakukan putri secara agung, mendewikan sang putri, cinta sampai mati. Kasarnya, novel roman bisa jadi merupakan penerus dari dongeng-dongeng seperti itu.

Novel-novel roman pada umumnya menceritakan hal-hal yang ideal: cewek cantik pasti ketemunya sama cowok cakep; secara fisik maupun hatinya. Atau cerita tentang cinta segitiga, segiempat dan segi-berapapun. Cewek buruk rupa tapi cantik jiwa bertemu dengan cowok cakep tapi sifatnya amit-amit, atau sebaliknya, kemudian mereka mengalami berbagai kejadian yang akhirnya membuat mereka saling menyukai. Si cowok menyatakan cinta, dan si cewek dengan berlinang air mata bahagia menerimanya. And they lived happily ever after.

The End. Selesai.

Dan buku itu saya buang ke tong sampah simpan kembali di rak buku hingga bertahun-tahun tak tersentuh lagi. :P

Oke, mungkin saya terlalu menggeneralisir. Masih ada sih, beberapa novel roman yang berkualitas, meskipun temanya sepele namun bisa diceritakan dengan baik. Tapi, semakin banyak perempuan membaca novel romantis yang membuat mereka 'melangit', semakin tinggi pula standar mereka dalam berhubungan dengan pasangannya. Mereka jadi 'ingin diperlakukan seperti yang di dalam novel', padahal belum tentu pasangannya bisa melakukan hal yang sama (apalagi kalau benar-benar nggak romantis). Buat saya, itu sedikit banyak berbahaya. Perempuan semakin terbawa arus romatisme yang mendayu-dayu meninggalkan realitas dunia dan terutama pasangannya.

Mungkin karena begitu idealisnya cerita romantis, maka saya kurang menyukai novel roman. Kadang terlalu utopis, terlalu dibuat-buat, hingga saya jadi jenuh membacanya. Tidak adakah cerita lain?

Bagaimanapun, standar romantis (lagi-lagi) relatif buat tiap orang. Tentu saja saya tidak bisa menggugat pembaca untuk tidak usah membaca novel roman. Paling tidak, bacalah novel untuk memperkaya imajinasi dan wawasan berpikir ataupun hiburan semata, bukan dijadikan sebagai pegangan dan tolak ukur: hanya Kitab Suci yang pantas diperlakukan seperti itu.



Jadi...
saya nulis apa dong??? :P

Labels: , ,


selengkapnya.....
~ 13 december 2006 | 19:30 ~

Same Old Brand New Blog of Mine

Yup, blog baru tapi lama. Jujur, nggak ngerti kenapa, saya kadang-kadang sulit untuk bisa menetap di satu provider blog. Dulu pernah di sini, bosen. Terus pindah ke sini, males. Pindah lagi ke sana, aduh... kok ribet ya; saya nggak ngerti. Pernah juga di provider yang bisa gambar ataupun tulisan seperti di sini, tapi saya nggak pernah men-scan gambar-gambar saya. Alhasil, satu bulan lewat, hanya ada tulisan di jurnal dalam bahasa Indonesia, saya dihujat oleh user lain yang bilang dalam bahasa Inggris: "mana gambarnya??" :P

Mungkin saya terlalu idealis dalam banyak hal, termasuk memilih blog. Saya ingin blog yang mana saya bisa bikin kategori sendiri, bisa saya modifikasi template-nya sendiri, dan tanpa adv. banner. Yang terakhir ini memang kontroversial. Di pihak provider, banner ini harus dipasang sebagai bentuk penghargaan user, tapi di pihak user, banner kadang-kadang mengganggu 'keindahan' dari blog yang mereka buat: suatu dilema. Saya memang lebih menyukai provider yang mengklaim 'no-banner added', karena toh dengan subdomain yang dipakai user (dan kadang malah dibanggakan), soal penghargaan itu bagi saya lebih dari cukup.

Tapi tentu saja, hidup-matinya blog tergantung dari blogger itu sendiri, terutama mood-nya. Saya akui, saya juga termasuk angin-anginan dalam menulis blog; moody abis lah! Kadang sulit bagi saya menentukan apa yang ingin saya tulis dalam blog, karena saya menganggap blog tidak sama dengan diary konvensional. Saya salut dengan keberanian beberapa orang yang sanggup malu dengan menuliskan pengalaman pribadinya di blog dan dibaca seluruh dunia, bahkan dimuat dalam buku. Di sini saya sadar: blog bisa jadi alat promosi diri paling ampuh di zaman internet.

Motivasi tiap orang membuat blog memang beda-beda. Ada yang karena senang menulis, senang bercerita tentang kehidupannya, ingin beropini, ingin bertukar informasi, senang membuat template, ingin punya website sendiri, bahkan hanya sekedar iseng. Di atas semua itu, pada intinya mereka ingin mengatakan: "Inilah saya! Saya punya pemikiran untuk dikatakan, saya punya pengalaman untuk dibagi, saya punya informasi untuk disimak, saya punya cerita untuk didengarkan; maka tolong bacalah blog saya!"

Bahkan di dunia internet, manusia butuh 'pengakuan' akan 'eksistensi diri'-nya.

Anyway, feeling (buat saya) tetap memegang peranan dalam memilih blog. Mudah-mudahan blog ini menjadi blog terakhir saya setelah sekian lama 'mengembara'.

Labels:


selengkapnya.....
~ 08 december 2006 | 13:26 ~
:: jalan pintas